Dari Kebun ke Puncak Rinjani: Jejak Petualangan dan Mimpi Ansori

16 Apr 2025
Dari Kebun ke Puncak Rinjani: Jejak Petualangan dan Mimpi Ansori
Kalau kamu pernah mendaki Rinjani dan merasa dimudahkan oleh perlengkapan yang lengkap dan pelayanan yang hangat, mungkin—tanpa kamu sadari—ada tangan hangat seorang anak kampung di baliknya. Namanya Ansori. Lahir dan besar di kaki Gunung Rinjani, ia tak pernah membayangkan bahwa kelak ia akan jadi bagian penting dari cerita petualangan banyak orang. Tapi seperti halnya pendakian, hidup selalu penuh tanjakan tak terduga.
Kamu mungkin pernah dengar, anak petani itu keras kepala dalam ketekunan. Nah, begitu pula Ansori. Sejak kecil, ia menemani ayah dan ibunya mengolah kebun di lereng Rinjani. Hidup sederhana, tapi tidak pernah kekurangan tawa. Hari-harinya diisi dengan cangkul, matahari pagi, dan aroma tanah basah sehabis hujan. Namun, di sela itu semua, diam-diam ada mimpi yang tumbuh.
Saat remaja, ia mulai memperhatikan satu hal yang belum pernah terpikir sebelumnya—orang-orang asing yang datang membawa ransel besar dan semangat penuh di mata mereka. Mereka mendaki, berkemah, menjelajah. Dari dusunnya di Toya, Aikmel, Ansori menyaksikan geliat petualangan itu seperti menonton film tanpa suara. Lama-lama rasa ingin tahunya tumbuh menjadi keberanian. Ia mulai ikut, sesekali menjadi teman jalan bagi pendaki-pendaki muda lokal. Tidak dibayar, tidak diminta, tapi ia hadir—karena penasaran, dan karena ingin tahu seperti apa rasanya hidup di balik kabut dan lereng yang tinggi.
Di titik inilah hidupnya mulai berubah.
Kamu tahu, pengalaman itu guru yang baik. Tapi interaksi—itu lebih dari sekadar guru. Itu adalah jendela ke dunia yang tak pernah kamu bayangkan. Dan itulah yang terjadi pada Ansori. Setiap camping, setiap obrolan ringan di bawah langit berbintang, membuka wawasannya tentang hidup, tentang dunia luar, dan tentang dirinya sendiri. Ia mulai belajar mengenal jenis-jenis tenda, kompor portable, bahkan cara packing yang efisien. Semua ia pelajari bukan dari sekolah, tapi dari pengalaman dan percakapan.
Suatu hari, teman-temannya mulai bertanya, “Ori, kamu punya kompor buat besok camping, nggak?” Atau, “Ori, ada tenda cadangan, kan?” Dari sinilah idenya muncul. Kalau banyak orang butuh alat, kenapa tidak menyediakannya?
Tahun 2013, Ansori memutuskan membeli beberapa perlengkapan camping. Modal awalnya kecil—hasil menabung dari membantu panen dan sedikit hasil kerja serabutan. Tapi niatnya besar. Ia mulai menyewakan peralatan pada lingkaran pertemanan. Dari mulut ke mulut, kabar pun menyebar. Dan seperti itulah benih usaha rental alat outdoor milik Ansori tumbuh.
Apa yang membuat orang-orang nyaman kembali ke Ansori? Bukan hanya karena alatnya lengkap atau harganya bersahabat. Tapi karena satu hal: keramahannya yang tulus. Ansori bukan cuma menyewakan alat—ia juga berbagi tips, memastikan alat dalam kondisi prima, bahkan kadang ikut membantu set-up tenda jika diperlukan. Ia menjadikan usaha ini bukan sekadar transaksi, tapi pengalaman yang berkesan.
Lambat laun, pesanan datang tak hanya dari teman, tapi juga dari tamu-tamu luar daerah bahkan mancanegara. Dari tenda dua orang hingga logistik untuk rombongan besar, semua ia tangani dengan telaten. Dan saat jumlah perlengkapan sudah makin banyak, ia mulai berpikir: kenapa tidak sekaligus mengorganisir kegiatan pendakian?
Begitulah lahirnya organisasi trekking milik Ansori, yang kini sudah membantu banyak pendaki menjajal indahnya Rinjani dari berbagai jalur. Dengan latar belakang sebagai anak kebun, Ansori sangat memahami pentingnya menjaga lingkungan. Ia selalu menekankan kepada tamu dan timnya: “Naik gunung bukan soal gaya, tapi tanggung jawab.” Ia ingin setiap perjalanan yang ia fasilitasi tak hanya menyenangkan, tapi juga ramah pada alam dan memberi manfaat bagi warga lokal.
Yang mengesankan, Ansori tak pernah merasa “meninggalkan” akar masa lalunya. Ia masih membantu keluarganya di kebun ketika sempat. Ia masih menyapa tetangga dengan bahasa Sasak yang akrab. Dan ia masih percaya bahwa keberhasilan tidak diukur dari pencapaian pribadi, tapi dari berapa banyak orang yang terbantu oleh apa yang kita kerjakan.
Hari ini, Ansori dikenal sebagai salah satu pengusaha muda aktif mengoperasikan pendakian gunung Rinjani. Bukan karena gelar, bukan karena kemewahan, tapi karena dedikasi. Ia bukan saja membuktikan bahwa mimpi bisa tumbuh dari tanah kampung, tapi juga bahwa keikhlasan dan pelayanan tulus bisa menjadi nilai jual paling kuat dalam bisnis apa pun.
Dan buat kamu yang sedang merintis jalanmu sendiri, mungkin kisah Ansori ini bisa jadi pengingat: bahwa mimpi besar bisa dimulai dari langkah kecil. Bahkan dari tenda pinjaman, atau dari obrolan ringan di bawah bintang-bintang.

Oleh: Yogi Sugandi.